Assalamu'alaikum...
Berikut ini aku bagikan pelajaran berharga saat menulis, yakni DILARANG SOMBONG SAAT MENULIS. Ya, bagi kita yang baru saja belajar menulis, sebagai penulis pemula, seringkali ada yang merasa hebat dengan tulisannya. Hal itulah yang sering membuat semangat menulis menurun ketika ada yang mencemooh tulisan kita. Maka, bagi siapapun jangan pernah merasa puas, jangan pernah merasa hebat sekalipun kita sudah menjadi penulis ternama, apalagi masih pemula, hindari sikap sombong. Agar kita terus terpacu untuk menulis.
Kutulis kembali ilmu/materi yang kudapat dari NULISYUK mengenai DILARANG SOMBONG SAAT MENULIS.
Ada sebuah cara berpikir dan tindakan tidak tepat yang dilakukan oleh kebanyakan penulis pemula. Yaitu, cara berpikir dan tindakan yang “berbau” sombong. Karena ketika baru saja belajar menulis ia sudah memandang diri terlalu hebat, sehingga tidak mampu menatap posisi diri. Bahkan tak jarang ada yang membandingkan diri dengan Hamka atau Hemingway. Dalam kelas sharing menulis pun ada hal yang paling umum dikeluhkan, yaitu: “Kak, saya belum bisa menulis bagus.” Atau “Kak, tulisan saya belum sebagus tulisan Kakak, nih!” padahal kondisinya ia baru belajar menulis. Padahal tak jadi masalah tulisan tersebut bagus atau tidak, apalagi untuk tahap pemula. Beranikan diri saja dulu untuk menulis.
Banyak penulis pemula yang termakan imajinasi bahwa dirinya hebat. Baru belajar menulis, ia sudah memberanikan diri membandingkan diri dengan Andrea Hirata atau Dan Brown. Ibarat kata seperti perbandingan langit dan bumi. Namun sayangnya, mereka yang sok memang susah untuk menatap posisi dan kemampuan diri.
Dunia menulis bukanlah dunia sinetron. Membangun kemampuan menulis ibarat belajar memasak untuk menjadi koki yang hebat. Dimulai dari mengenal jenis-jenis bumbu, sayuran, dan aneka lauk, dan meracik bumbu terlebih dahulu. Lalu berlatih memasak untuk menciptakan resep dan hasil makanan yang begitu lezat. Butuh proses. Tidak bisa langsung menjadi koki ternama.
Keterampilan menulis hanya bisa didapatkan dengan melakukannya. Menulis juga harus dilatih setahap demi setahap. Dan cara terbaik berlatihnya adalah dengan melakukan menulis. Dimulai dari melakukan, maka keterampilan akan diperoleh. Bukan berteori atau melamun.
Seperti halnya meracik bumbu diibaratkan mengasah logika dengan basis pengetahuan, mengasah kejelian dalam mencermati gejala, menggunakan bahasa sebagai alat, dan seterusnya. Begitu pula belajar menulis. Mula-mula kita belajar mengenal huruf. Huruf digabungkan menjadi kata yang mengandung konsep. Lalu kata-kata tersebut dirakit menjadi kalimat, dan kalimat menjadi paragraf, dan begitu seterusnya. Sehingga jadilah tulisan yang bermakna.
Tanpa tahapan tersebut, tidak mungkin kita melahirkan tulisan yang bagus. Artinya, kalau kita ingin menjadi penulis, ya harus mau belajar. Penulis hebat tidak pernah berhenti belajar menulis, dan mereka akan terus menulis. Tentunya tidak disertai rasa sombong terhadap diri.
Kesombongan dan rasa over confidence akan berbalik menerkam diri sendiri. Biasanya orang yang berpikir sok hebat akan kena akibatnya kelak. Seperti contoh, ketika si A sharing dengan si B soal kepenulisan dan karyanya dengan diiringi rasa sombong. Tiba-tiba si B mengkritik tulisannya, “Tulisanmu tidak ada apa-apanya. Kualitasnya jauh dari karya Rendra, tidak sebanding dengan karya Karl May.” Setelah mendengar itu si A akhirnya merasa perih dan semangat menulisnya pun menjadi runtuh.
Itulah alasan mengapa dilarang bersikap, berpikir, dan berkata sombong ketika kita sedang berada di tahap belajar menulis atau pun sudah menjadi penulis ternama. Karena kelak kesombongan kita itu akan meruntuhkan diri sendiri.
Terus semangat menulis kawan! Dan jangan lupa hindari rasa sombong saat menulis!
Sumber : Nulisyuk
Silakan bagikan jika bermanfaat tanpa menghilangkan sumber.
Sekian, semoga bermanfaat yaa!
Wassalamu'alaikum...
SALAM MUSLIMAH TANGGUH INSPIRATIF,
ANISA HABIBAH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar